Monday, February 3, 2014

Kisah Seorang Wanita Pengikut Syiah di kota

Kisah Seorang Wanita Pengikut Syiah di kota
Bandung,
Kasus wanita berjilbab dari Wisma Fatimah di Jl.
Alex Kawilarang 63 Bandung Jawa Barat yang
mengidap penyakit kotor gonorhe (kencing nanah)
akibat nikah mut’ah. Seperti dilaporkan oleh LPPI
yang berkasnya disampaikan ke Kejaksaan Agung
dan seluruh gubernur, mengutip ASA (Assabiqunal
Awwalun) edisi 5, 1411H, hal. 44-47 dengan judul
“ Pasien Terakhir “, seperti yang dimuat buku
Mengapa Menolak Syi’ah halaman 270-273.
Berikut ini kisah selengkapnya:
Untuk kedua kalinya wanita itu pergi ke dokter
Hanung, seorang dokter spesialis kulit dan
kelamin dikota Bandung. Sore itu ia datang
sambil membawa hasil laboratorium seperti yang
diperintahkan dokter dua hari sebelumnya. Sudah
beberapa Minggu dia mengeluh merasa sakit
pada waktu buang air kecil ( drysuria) serta
mengeluarkan cairan yang berlebihan dari vagina
( vaginal discharge ).~
Sore itu suasana di rumah dokter penuh dengan
pasien. Seorang anak tampak menangis kesakitan
karena luka dikakinya, kayaknya dia menderita
Pioderma. Disebelahnya duduk seorang ibu yang
sesekali menggaruk badannya karena gatal.
Diujung kursi tampak seorang remaja putri
melamun, merenungkan acne vulgaris (jerawat)
yang ia alami.
Ketika wanita itu datang ia mendapat nomor
terakhir. Ditunggunya satu persatu pasien
berobat sampai tiba gilirannya. Ketika gilirannya
tiba, dengan mengucapkan salam dia memasuki
kamar periksa dokter Hanung. Kamar periksa itu
cukup luas dan rapi. Sebuah tempat tidur pasien
dengan penutup warna putih. Sebuah meja dokter
yang bersih. Dipojok ruang sebuah wastafel untuk
mencuci tangan setelah memeriksa pasien serta
kotak yang berisi obat-obatan.
Sejenak dokter Hanung menatap pasiennya. Tidak
seperti biasa, pasiennya ini adalah seorang
wanita berjilbab rapat. Tidak ada yang kelihatan
kecuali sepasang mata yang menyinarkan wajah
duka. Setelah wawancara sebentar (anamnese)
dokter Hanung membuka amplop hasil
laboraturium yang dibawa pasiennya. Dokter
Hanung terkejut melihat hasil laboraturium.
Rasanya adalah hal yang mustahil. Ada rasa
tidak percaya terhadap hal itu. Bagaimana
mungkin orang berjilbab yang tentu saja menjaga
kehormatannya terkena penyakit itu, penyakit
yang hanya mengenai orang-orang yang sering
berganti-ganti pasangan sexsual.
Dengan wajah tenang dokter Hanung melakukan
anamnese lagi secara cermat.
+ “Saudari masih kuliah?”
- “Masih dok”
+ “Semester berapa?”
- “Semester tujuh dok!”
+ “Fakultasnya?”
- “Sospol”
+ “Jurusan komunikasi massa ya?”
Kali ini ganti pasien terakhir itu yang kaget. Dia
mengangkat muka dan menatap dokter Hanung
dari balik cadarnya.
- “Kok dokter tahu?”
+ “Aah,….tidak, hanya barangkali saja!”
Pembicaraan antara dokter Hanung dengan
pasien terakhirnya itu akhirnya seakan-akan
beralih dari masalah penyakit dan melebar kepada
persoalan lain yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan masalah penyakit itu.
+ “Saudari memang penduduk Bandung ini
atau dari luar kota?
Pasien terakhir itu nampaknya mulai merasa tidak
enak dengan pertanyaan dokter yang mulai
menyimpang dari masalah-masalah medis itu.
Dengan jengkel dia menjawab .
- “Ada apa sih Dok…..kok tanya macam-
macam?”
+ “Aah enggak,……..barangkali saja ada
hubungannya dengan penyakit yang saudari
derita!”
Pasien terakhir ini tampaknya semakin jengkel
dengan pertanyaan dokter yang kesana-kemari
itu. Dengan agak kesal dia menjawab.
- “Saya dari Pekalongan”
+ “Kost-nya?”
- “Wisma Fathimah, jalan Alex Kawilarang
63”
+ “Di kampus sering mengikuti kajian Islam
yaa”
- “Ya,..kadang-kadang Dok!”
+ “Sering mengikuti kajian Bang Jalal?”
Sekali lagi pasien terakhir itu menatap dokter
Hanung.
- “Bang Jalal siapa?”
Tanyanya dengan nada agak tinggi.
+ “Tentu saja Jalaluddin Rachmat! Di
Bandung siapa lagi Bang Jalal selain
dia….kalau di Yogya ada Bang Jalal
Muksin”
- “Yaa,…….kadang-kadang saja saya ikut”
+ “Di Pekalongan,……(sambil seperti
mengingat-ingat) kenal juga dengan Ahmad
Baraqba?”
Pasien terakhir itu tampak semakin jengkel
dengan pertanyaan-pertanyaan dokter yang
semakin tidak mengarah itu. Tetapi justru dokter
Hanung manggut-manggut dengan keterkejutan
pasien terakhirnya. Dia menduga bahwa
penelitian penyakit pasiennya itu hampir selesai.
Akhirnya dengan suara yang penuh dengan
tekanan dokter Hanung berkata.
- “Begini saudari, saya minta maaf atas
pertanyaan-pertanyaan saya yang ngelantur
tadi, sekarang tolong jawab pertanyaan saya
dengan jujur demi untuk therapi penyakit
yang saudari derita,…………..”
Sekarang ganti pasien terakhir itu yang
mengangkat muka mendengar perkataan dokter
Hanung. Dia seakan terbengong dengan
pertanyaan apa yang akan dilontarkan oleh dokter
yang memeriksanya kali ini.
+ “Sebenarnya saya amat terkejut dengan
penyakit yang saudari derita, rasanya tidak
mungkin seorang ukhti mengidap penyakit
seperti ini”
- “Sakit apa dok?”
Pasien terakhir itu memotong kalimat dokter
Hanung yang belum selesai dengan amat
Penasaran.
+ “Melihat keluhan yang anda rasakan serta
hasil laboraturium semuanya menyokong
diagnosis gonorhe, penyakit yang disebabkan
hubungan seksual”
Seperti disambar geledek perempuan berjilbab biru
dan berhijab itu, pasien terakhir dokter Hanung
sore itu berteriak,
- “Tidak mungkin!!!”
Dia lantas terduduk dikursi lemah seakan tak
berdaya, mendengar keterangan dokter Hanung.
Pandangan matanya kosong seakan kehilangan
harapan dan bahkan seperti tidak punya
semangat hidup lagi. Sementara itu pembantu
dokter Hanung yang biasa mendaftar pasien yang
akan berobat tampak mondar-mandir seperti ingin
tahu apa yang terjadi. Tidak seperti biasanya
dokter Hanung memeriksa pasien begitu lama
seperti sore ini. Barangkali karena dia pasien
terakhir sehingga merasa tidak terlalu tergesa-
gesa maka pemeriksaannya berjalan agak lama.
Tetapi kemudian dia terkejut mendengar jeritan
pasien terakhir itu sehingga ia merasa ingin tahu
apa yang terjadi.
Dokter Hanung dengan pengalamannya selama
praktek tidak terlalu kaget dengan reaksi pasien
terakhirnya sore itu. Hanya yang dia tidak habis
pikir itu kenapa perempuan berjilbab rapat itu
mengidap penyakit yang biasa menjangkit
perempuan-perempuan rusak. Sudah dua pasien
dia temukan akhir-akhir ini yang mengidap
penyakit yang sama dan uniknya sama-sama
mengenakan busana muslimah. Hanya yang
pertama dahulu tidak mengenakan hijab penutup
muka seperti pasien yang terakhirnya sore itu.
Dulu pasien yang pernah mengidap penyakit yang
seperti itu juga menggunakan pakaian muslimah,
ketika didesak akhirnya dia mengatakan bahwa
dirinya biasa kawin mut’ah.
Pasiennya yang dahulu itu telah terlibat jauh
dengan pola pikir dan gerakan Syi’ah yang ada di
Bandung ini. Dari pengalaman itu timbul
pikirannya menanyakan macam-macam hal
mengenai tokoh-tokoh Syi’ah yang pernah dia
kenal di kota Kembang ini dan juga kebetulan
mempunyai seorang teman dari Pekalongan yang
menceritakan perkembangan gerakan syi’ah di
Pekalongan. Beliau bermaksud untuk menyingkap
tabir yang menyelimuti rahasia perempuan yang
ada didepannya sore itu.
+ “Bagaimana saudari… penyakit yang anda
derita ini tidak mengenai kecuali orang-orang
yang biasa berganti-ganti pasangan seks.
Rasanya ini tidak mungkin terjadi pada
seorang muslimah seperti anda. Kalau itu
masa lalu anda baiklah saya memahami dan
semoga dapat sembuh, bertaubatlah kepada
Allah,….atau mungkin ada kemungkinan yang
lain,…?”
Pertanyaan dokter Hanung itu telah membuat
pasien terakhirnya mengangkat muka sejenak, lalu
menunduk lagi seperti tidak memiliki cukup
kekuatan lagi untuk berkata-kata. Dokter Hanung
dengan sabar menanti jawaban pasien terakhirnya
sore itu.
Beliau beranjak dari kursi memanggil
pembantunya agar mengemasi peralatan untuk
segera tutup setelah selesai menangani pasien
terakhirnya itu.
- “Saya tidak percaya dengan perkataan
dokter tentang penyakit saya !” Katanya
terbata-bata
+ “Terserah saudari,…….tetapi toh anda tidak
dapat memungkiri kenyataan yang anda
sandang-kan?”
- “Tetapi bagaimana mungkin mengidap
penyakit laknat tersebut sedangkan saya
selalu berada didalam suasana hidup yang
taat kepada hukum Allah?”
+ “Sayapun berprasangka baik demikian
terhadap diri anda,….tetapi kenyataan yang
anda hadapi itu tidak dapat dipungkiri?”
Sejenak dokter dan pasien itu terdiam. Ruang
periksa itu sepi. Kemudian terdengar suara dari
pintu yang dibuka pembantu dokter yang
mengemasi barang-barang peralatan administrasi
pendaftaran pasien. Pembantu dokter itu lantas
keluar lagi dengan wajah penuh tanda tanya
mengetahui dokter Hanung yang menunggui
pasiennya itu.
+ “Cobalah introspeksi diri lagi, barangkali
ada yang salah,…….. sebab secara medis
tidak mungkin seseorang mengidap penyakit
ini kecuali dari sebab tersebut”
- “Tidak dokter,…….selama ini saya benar-
benar hidup secara baik menurut tuntunan
syari’at Islam,…..saya tetap tidak percaya
dengan analisa dokter”
Dokter Hanung mengerutkan keningnya
mendengar jawaban pasiennya. Dia tidak merasa
sakit hati dengan perkataan pasiennya yang
berulang kali mengatakan tidak percaya dengan
analisisnya. Untuk apa marah kepada orang sakit.
Paling juga hanya menambah parah penyakitnya
saja, dan lagi analisanya toh tidak menjadi salah
hanya karena disalahkan oleh pasiennya. Dengan
penuh kearifan dokter itu bertanya lagi,……..
+ “Barangkali anda biasa kawin mut’ah??
Pasien terakhir itu mengangkat muka,
- “Iya dokter! Apa maksud dokter”?
+ “Itu kan berarti anda sering kali ganti
pasangan seks secara bebas!
- “Lho,… tapi itukan benar menurut syari’at
Islam dok! Pasien itu membela diri.
+ “Ooo,…Jadi begitu,…kalau dari tadi anda
mengatakan begitu saya tidak bersusah
payah mengungkapkan penyakit anda.
Tegasnya anda ini pengikut ajaran Syi’ah
yang bebas berganti-ganti pasangan mut’ah
semau anda. Ya itulah petualangan seks yang
anda lakukan. Hentikan itu kalau anda ingin
selamat”.
- “Bagaimana dokter ini, saya kan hidup
secara benar menurut syari’at Islam sesuai
dengan keyakinan saya, dokter malah
melarang saya dengan dalih-dalih medis”
Sampai disini dokter Hanung terdiam. Sepasang
giginya terkatup rapat dan dari wajahnya
terpancar kemarahan yang sangat terhadap
perkataan pasiennya yang tidak mempunyai
aturan itu. Kemudian keluarlah perkataan yang
berat penuh tekanan.
+ “Terserah apa kata saudari membela diri,…
anda lanjutkan petualangan seks anda,
dengan resiko anda akan berkubang dengan
penyakit kelamin yang sangat mengerikan itu,
dan sangat boleh jadi pada suatu tingkat
nanti anda akan mengidap penyakit AIDS
yang sangat mengerikan itu,…atau anda
hentikan dan bertaubat kepada Allah dari
mengikuti ajaran bejat itu kalau anda
menghendaki kesembuhan”.
- “Ma..maaf, Dok, saya telah membuat dokter
tersinggung!”
Dokter Hanung hanya mengangguk menjawab
perkataan pasiennya yang terbata-bata itu.
+ “Begini saudari,…tidak ada gunanya resep
saya berikan kepada anda kalau toh tidak
berhenti dari praktek kehidupan yang selama
ini anda jalani. Dan semua dokter yang anda
datangi pasti akan bersikap sama,… sebab itu
terserah kepada saudari. Saya tidak bersedia
memberikan resep kalau toh anda tidak mau
berhenti”.
- “Ba…baik , Dok, …Insya Allah akan saya
hentikan!”
Dokter Hanung segera menuliskan resep untuk
pasien terakhir itu, kemudian menyodorkan
kepadanya.
- “Berapa Dok?”
+ “Tak usahlah,….saya sudah amat bersyukur
kalau anda mau menghentikan cara hidup
binatang itu dan kembali kepada cara hidup
yang benar menurut tuntunan dari Rosulullah.
Saya relakan itu untuk membeli resep saja”.
Pasien terakhir dokter Hanung itu tersipu-sipu
mendengar jawaban dokter Hanung
- “Terima kasih Dok,…….permisi”
Perempuan itu kembali melangkah satu-satu
dipelataran rumah Dokter Hanung. Ia berjalan
keluar teras dekat bougenvil biru yang seakan
menyatu dengan warna jilbabnya. Sampai
digerbang dia menoleh sekali lagi ke teras,
kemudian hilang ditelan keramaian kota Bandung
yang telah mulai temaran disore itu
( sumber : Syiahindonesia.com
Like · 

No comments:

Post a Comment