Sunday, December 27, 2015

Puncak Pendakian Hubungan Seks

Rabu 23 Rabiulakhir 1434 / 6 Maret 2013 10:42                


 
hati-muslimah-580x402
Oleh: Abu Muhammad Waskito
DI ANTARA bentuk kemurahan Allah Ta’ala, saat Dia memberikan anugerah kemampuan berhubungan badan kepada manusia. Inilah anugerah besar, sensasi tinggi, dan salah satu “entertainment” terbaik bagi manusia.
Namun banyak manusia salah mengerti. Mereka mengira, nikmat hubungan itu tidak berbeda dengan nikmat makan-minum. “Kalau Anda lapar, tinggal makan. Kalau Anda haus, tinggal minum,” begitu logika mereka. Nikmat makan-minum bisa dicapai secara instan, tetapi nikmat hubungan tidak. Ia butuh aneka prosedur untuk sampai pada kenikmatan yang tinggi dan melegakan.
Kalau diumpamakan, nikmat berhubungan seperti santan kelapa. Semua publik Nusantara tahu apa itu santan kelapa dan apa pula kegunaannya? Ia sangat nikmat dan lezat. Makanan apapun yang disentuh oleh santan kelapa, akan membuatnya gurih dan berwibawa (secara kuliner). Tetapi santan kelapa tidak bisa langsung dikonsumsi. Ia harus dipadukan dengan bahan-bahan lain, lalu dimasak dengan proses tertentu, sehingga keluar sensasi lezatnya. Kalau santan kelapa langsung disantap, atau bahkan buah kelapanya yang keras dan tua langsung dikonsumsi; tentu hasilnya tidak enak. Apalagi kalau kelapa itu di-krakoti dari kulitnya, sabutnya, sampai batoknya; bukan kelapa yang kamu dapat, tapi gigimu yang akan rompal.
Puncak Kenikmatan Seksual Tidak Lepas dari Aspek MORALITAS.
Puncak Kenikmatan Berhubungan Tidak Lepas dari Aspek MORALITAS.
Nikmat berhubungan juga seperti itu. Ia sangat excited, sangat fantastic… Tetapi tidak bisa secara instan. Ada sekian prosedur dan proses yang mesti ditempuh, untuk sampai pada sensasi tertinggi. Prosedur itu ialah legalitas hubungan laki-laki dan wanita; dalam bentuk ikatan pernikahan. Tanpa legalitas ini, nilai nikmat hubungan hanya sedikit yang bisa dicapai; bahkan ia akan meninggalkan banyak risiko (secara sosial, kesehatan, spiritual, psikologis, religiusitas).
Kalau orang salah makan, paling akibatnya tersedak atau batuk-batuk. Tetapi kalau salah “konsumsi berhubungan” akibatnya sangatlah perih. Tampak enak dan sensasional di permukaan, tapi begitu perih dalam keseluruhan kenyataan hidup. Sekedar contoh, dengan melakukan hubungan ilegal, dengan siapapun, ia akan terekam sangat dalam di memori dan selalu teringat-ingat untuk masa yang panjang.
Berhubungan seperti pedang bermata dua. Satu sisi menghadap ke lawan, sisi lain menghadap ke diri sendiri. Kalau salah mengayunkan pedang ini, musuh tidak terkena, malah diri sendiri bisa terbunuh.
Solusi berhubungan mestilah bersifat legal, tidak ada alternatif lain. Sebab di balik nikmat hubungan ada fungsi reproduksi. Ketika nikmat hubungan dirasakan, lalu terjadi pembuahan; maka hasil pembuahan akan membawa risiko sangat panjang, kalau sifat hubungan itu ilegal. Jika legal, mau lahir berapa anak pun, semua pihak akan menerima dan merestui.
Mungkin orang berkata: “Ya berhubungan di zaman sekarang tidak mesti legal. Ilegal juga bisa, asal sama-sama dapat kesenangan.”
Tidak demikian berpikirnya. Salah satu karakter nikmat hubungan ialah membutuhkan KONTINUITAS. Nah, ini sangat berbeda dan bermakna. Mungkin sekali dua kali seseorang bisa melakukan hubungan ilegal; tetapi kebutuhan melakukan hubungan manusia bersifat jangka panjang. Manusia tidak bisa hanya menikmati 10 atau 20 kali hubungan, tetapi bisa ribuan kali; karena tabiat seksual itu MELEKAT dengan kehidupan manusia.
Nah, kontinuitas ini yang tidak pernah dibahas oleh para pelaku pergaulan bebas. Mereka selalu berlindung di balik gemerlap citraan atau sensasi yang dibuat-buat. Hubungan ilegal tidak bisa memberikan kontinuitas tersebut. Cobalah sebutkan siapa master pelaku hubungan ilegal itu? Bisakah dia menjawab seputar kebutuhan kontinuitas ini?
Legalitas adalah syarat mutlak menuju sensasi berhubungan yang sempurna dan jangka panjang. Di sini koridornya ialah MORALITAS. Maka pendakian hubungan tak bisa dilepaskan dari aspek moral. Antara hubungan dan moral, seperti dua bilah sisi pada mata uang logam. Dari paduan hubungan dan moral itu pula akan lahir manusia-manusia kuat di muka bumi.
Wahai insan, andaikan Anda tidak mendapati buah manis dari kehidupan berhubungan, bukan berarti solusinya hubungan ilegal. Tidak demikian, wahai sahabat dan saudara. Solusinya tetap LEGALITAS; tidak ada alternatif lain.
Jika ada masalah-masalah seputar ketidak-mampuan mencapai legalitas ini, jangan salahkan legalitasnya; tetapi salahkan sikap sosial masyarakat yang membuatmu tidak mudah mencapai legalitas. Solusinya, beranilah kalian melawan sikap sosial masyarakat yang membuatmu terkurung, sehingga tidak mudah mencapai legalitas. Capailah legalitas itu dengan semangat revolusi sosial-mu!
Legalitas dalam Islam sangat mudah. Untuk menikah, cukup ada mempelai laki-laki dan wanita, ada persetujuan wali, ada saksi, dan ada ijab kabul. Kalau mampu merayakan, rayakan; kalau tak mampu, sekedar syukuran terbatas juga bisa. Maka berbagai aksesoris sosial yang membuat kesusahan meraih legalitas pernikahan; lawan dan lawan itu!
Saudaraku…sungguh agama ini telah berbuat baik kepadamu. Agama ini menunjukkan solusi sempurna untuk mencapai hubungan dengan kualitas sensasi tinggi dan berjangka panjang. Agama ini juga memudahkan dalam urusan proseduralnya. Hanya aksesoris-aksesoris sosial itu yang membuatmu kesulitan mencapai legalitas.
Jangan pernah berhenti berharap kepada Allah Ar Rahiim. Bila ada salah dan keliru, berhentilah di satu titik, dan jangan lanjutkan kesalahan dan kekeliruan itu. Sekedar salah makan atau minum, paling hanya akan tersedak; tetapi salah berhubungan akibatnya sangat jauh dan dalam. Janganlah dilanjutkan kekeliruan-kekeliruan itu. Kalian bisa berargumen: “Kesalahanku di sini karena memang negaraku tidak memberi bimbingan, penjagaan, dan memudahkan urusan; akhirnya aku terpuruk seperti yang lain. Andai negara punya komitmen, tentu peluang selamat akan lebih besar.”
Aku menyarankan, beranilah kalian melawan aksesoris sosial yang membelenggu itu. Misalnya, biaya resepsi pernikahan, status sosial, status kerja, berbagai fasilitas mapan untuk menikah, dll. Termasuk cibiran soal poligami, nikah sirri, nikah dini, dan lainnya. Semua itu jangan dihiraukan, karena memang bukan esensi dalam kehidupan ini.
Kejarlah harapan untuk mencapai kenikmatan yang indah; dengan memperhitungkan legalitas dan moralitas; jangan menempuh cara instan, sebab itu akan menyusahkan kalian sendiri. Demikian, semoga risalah sederhana ini bermanfaat. Amin Allahumma amin.

No comments:

Post a Comment